Dominasi Angkringan Yang Mulai Goyah Oleh Warmindo
Berbicara soal tempat makan yang
murah dan enak di Jogja sudah pasti tidak akan jauh dari nama angkringan. Yaps,
sudah sejak lama angkringan dikenal banyak orang dan menjadi ikon makanan murah
nan lezat. Menu-menu yang harganya hanya berkisar seribu sambai dua ribu rupiah
saja membuat anggapan bahwa angkringan itu murah menjadi tidak salah. Bahkan
saking fenomenalnya nama angkringan dan Jogja menjadi nama yang sudah tak bisa
dipisahkan lagi, seolah menyatu seperti aku dan kamu, eaaaaa. Tapi dengan
banyaknya invasi kuliner yang saat ini bervariasi di Jogja, masihkah kita layak
menyebut angkringan menjadi tempat makan paling murah dan menjadi idola banyak
orang???
Pertanyaan ini muncul sejak
beberapa waktu belakangan ini, tepatnya satu tahun terakhir. Hal ini muncul
karena saya dan juga teman – teman saya sudah jarang sekali pergi ke angkringan.
Bahkan hampir bisa dikatakan tidak pernah lagi dalam dua tahun belakangan.
Padahal saya dan teman-teman saya termasuk golongan kaum penikmat makanan
murah, baik itu dari teman kuliah saya dulu maupun sampai teman kerja saya
sekarang. Dalam anggapan saya, angkringan sudah tidak lagi masuk list tempat makan yang murah. Dan bisa kalian
tebak tempat makan mana yang mampu membuat mindset kami soal angkringan
berubah??? Yaps benar sekalii, WARMINDO.
Warmindo atau biasa kita sebut
burjo adalah warung yang awalnya dikenal karena berjualan bubur kacang ijo. Dulu
sewaktu awal kuliah, saya bingung ketika ada teman saya mengajak makan siang di
burjo. Waktu itu saya mikir “loh ngapain siang hari gini kok makan bubur kacang
ijo? Aneh banget”. Tapi akhirnya pun saya ikut teman saya makan di burjo. Dan
saat itu pun saya baru tahu bahwa burjo yang dimaksud bukan warung burjo
seperti namanya. Burjo yang dulu katanya hanya menjual bubur kacang ijo saja,
kini sudah sangat variatif dengan menjual makanan “effortless” seperti nasi
telor, nasi orak arik, magelangan, dan juga mandalan andalan semua orang yaitu
mie dok-dok. Nah sejak saya tahu tentang burjo inillah, anggapan saya soal makan
murah di angkringan menjadi tergantikan. Konsep warmindo atau burjo yang
minimalis tapi menu bervariatif saya rasa sangat cocok untuk para mahasiswa
atau para pekerja Jogja yang masih berharap bisa makan kenyang dengan harga
murah.
Ada beberapa alasan lain juga yang
membuat anggapan kami soal angkringan sebagai pusat kuliner murah dan lezat
jogja mulai bergeser kea rah warmindo atau burjo. Pertama, selain murah variasi makanan yang ada di burjo lebih
variatif dan tidak membuat bosan. Kalau diangkringan kita cuman bisa pesan nasi
kucing dan mentok yang bervariasi sate sateannya saja, di warmindo bisa lebih
variatif. Kalaupun harus berganti menu setiap sehari sekali pun,varian menu
yang ada diwarmindo masih sisa untuk stok seminggu. Bayangkan saja senin kalian
bisa pesan nasi ayam rica yang nikmatnya sampai ke bulan, selasa dan rabu
kalian bisa bergantian antara nasi telur dan nasi orak-arik. Kamis dan jumat
bisa memilih antara nasi sarden dan magelangan, lalu sabtu minggu bisa menjadikan
pilihan variasi diantara mie dok-dok atau indomie telor kornet. Untuk menu satu
minggu itu saja, kalian masih menyisakan menu menu dewa seperti magelangan dan
nasi ayam bali yang pedasnya nikmat banget.
Alasan kedua yaitu adalah warmindo lebih nyaman secara tempat. Warmindo
menjadi pilihan terdepan karena tempat yang lebih luas dan juga lebih nyaman.
Tidak dipungkiri sekarang budaya nongkrong menjadi suatu kebiasaan yang harus
dilakukan ketika makan bareng teman-teman. Secara bentuk saja warmindo yang
menyediakan tempat dengan banyak meja akan terasa lebih lega dibanding angkringan
yang hanya menyisakan meja selebar 30cm saja di pinggir gerobaknya. Palagi
sekarang sudah banyak warmindo/burjo yang menyediakan wifi gratis sebagai
fasilitas penunjang lainnya. Ya memang angkringan juga sudah banyak yang
tempatnya dibuat macam kafe dan juga tersedia wifi. Tapi, sudah dapat
dipastikan angkringan dengan konsep model seperti itu nanti harga makanannya
akan lebih mahal dari angkringan biasanya. Hal itu lah yang membuat warmindo
mengungguli angkringan dari segi tempat dan juga kenyamanan.
Nah alasan terakhir yaitu soal kuantitas dan juga kualitas nasi kucing yang
disediakan di angkringan. Dahulu, orang cukup makan dua bungkus nasi kucing
saja agar menjadi kenyang. Sekarang untuk bisa sampai kenyang bahkan makan tiga
bngkus sekaligus pun terkadang masih belum kenyang. Belum lagi kalau kita nanti
mengambil sate satean sebagai pendamping nasi sambal kita, bisa bisa nanti
harga satenya bisa lebih mahal daripada nasi kucingnya.
Untuk dari segi kualitas pun bahkan
bisa dikatakan agak sedikit menurun, ya walaupun tidak semua tapi ada. Saya
pernah menemukan nasi kucing sambal teri yang sambalnya itu seperti sudah
dihangatkan dari kemarin dan terasa agak asem dan juga gosong. Padahal sambal teri
yang nikmat adalah dimana sambalnya fresh dan juga rasanya tidak terlalu asam.
Apalagi sekarang kalau makan nasi kucing, lauknya hanya cukup untuk sekali suap
saja, tidak bisa menyertai disetiap suapan sampai nasinya habis. Sekarang bisa
dikatakan nama “nasi kucing” yang dulu
melegenda berubah menjadi “nasi cemeng” (anak kucing dalam jawa) karena saking
sedikitnya.
Nah hal-hal itu tadi yang membuat
pemikiran dan anggapan soal makanan murah dan nikmat dari angkringan berubah
menjadi warmindo atau burjo. Mungkin saja dalam beberapa tahun kedepan,
warmindo akan menjadi penguasa khasanah perkulineran murah di Jogja??? Kita lihat
saja
Posting Komentar untuk "Dominasi Angkringan Yang Mulai Goyah Oleh Warmindo"